Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Work Hours
Monday to Friday: 7AM - 7PM
Weekend: 10AM - 5PM
Address
304 North Cardinal St.
Dorchester Center, MA 02124
Work Hours
Monday to Friday: 7AM - 7PM
Weekend: 10AM - 5PM

Jeans dari RRT misalnya, itu bisa diproduksi 1 piece nya Rp. 4000,- dan dijual di Indonesia dengan harga Rp. 70 ribu lalu “ditarungkan” dengan produk UMKM di Indonesia, fair? Potensi bahaya. Atau pernah ga sih Anda membeli sebuah barang dengan harga super murah? Seperti baju dengan harga
Rp. 100 ribu dapat 7 baju atau celana Rp. 50 ribu dapat 5? Atau bisa juga barang-barang impor di E-commerce yang harganya sangat “miring” ?
Barang yang harga normalnya ratusan ribu ternyata di E-commerce tertentu ada barang yang mirip dan dijual dengan harga super murah. Lalu pernahkah Anda berpikir mereka dengan harga segitu, untungnya dari mana? Atau jangan-jangan mereka jual rugi? Tapi kalau misal mereka jual rugi, untuk apa jualan? Bukankah pada dasarnya orang berjualan ingin untung?
Di artikel ini kami akan bahas fenomena di dunia perdagangan di Indonesia. Khususnya bagaimana produk impor belakangan ini begitu mendominasi pasar di Indonesia, Ditambah lagi semakin banyaknya platform online buatan asing yang terus menyokong penjualan produk impor di Indonesia.
Pada dasarnya sebagai pedagang, kita bebas menjual barang dengan harga berapa pun. Selama memenuhi aturan yang berlaku di tempat kita berjualan. Tapi ketika ada satu pihak yang bisa memproduksi barang dengan biaya murah, ditambah dengan subsidi tertentu lalu menjual dengan harga eceran jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga pasar, maka ada indikasi terjadi predatory pricing. Apa itu?

Predatory pricing itu adalah pelaku usaha dengan sengaja menjual produk/jasa dengan harga super murah untuk mendominasi pasar dan mematikan semua pesaing-pesaingnya sampai semuanya bangkrut dan yang tersisa mereka sendiri. Praktik predatory pricing ini bisa dengan margin untung yang sangat tipis. Bisa juga menjual di harga modal atau bahkan hingga jual rugi dengan bantuan subsidi dari pihak-pihak tertentu. Intinya apapun yang mereka lakukan asalkan penjual lainnya menyerah dan “gulung tikar.” Sebenarnya hal seperti ini boleh ga sih ? Kita bahas dari berbagai perspektif dulu.
Yang pertama dari perspektif konsumen. Kami sangat mengerti kita sebagai konsumen pasti suka pada barang dengan harga murah. Apalagi kalau kualitasnya bisa bersaing dengan produk yang lebih mahal. Siapa sih yang ga suka barang murah? Selain bisa berhemat rasanya sangat beruntung kalau bisa menemukan barang yang harganya “miring.” Tapi kalau kita melihatnya dari perspektif yang lebih luas dan bukan sebagai konsumen saja, barang-barang yang dijual dengan harga terlalu murah itu mempunyai dampak ekonomi yang sangat luas. Bukan hanya pada masyarakat yang bisa membeli barang murah saja.
Contohnya, misal harga cabai di pasar anjlok menjadi murah. Pastinya ibu-ibu senang karena bisa berhemat membeli cabai untuk memasak. Tapi di sisi lain, para petani cabai pasti akan sangat dirugikan. Karena hasil panennya dihargai terlalu murah. Bisa jadi mereka terpaksa jual rugi. Bahkan ada juga yang ga bisa menutup ongkos angkut barang. Akhirnya terpaksa cabainya dibiarkan membusuk di pohonnya karena dijual pun pasti akan tambah merugi.
Jadi di setiap harga barang yang murah selalu ada 2 sisi ekonomi yang terjadi. Harga yang murah pasti menguntungkan bagi konsumen, tapi bagi para produsen, pekerja, pelaku usaha dan juga pedagang tentunya mereka akan rugi kalau harga pasaran produknya jauh lebih murah. Dan kalau efeknya berkepanjangan, apa yang akan terjadi?
Penurunan harga di bawah standar bisa mematikan persaingan pasar. Jadinya akan tersisa satu pihak saja yang memonopoli perdagangan. Dan ketika terjadi monopoli pasar atau hanya tersisa satu pelaku usaha dalam sebuah industri maka dia akan bebas saja mengendalikan harga untuk menaikkan sesuai kehendaknya. Kan sudah ga ada saingannya lagi. Jadi dia bisa bebas ingin menaikkan harga menjadi berapa pun.
Dan ujung-ujungnya ketika konsumen ga punya pilihan lain, jadi terpaksa harus nurutin satu-satunya produk itu karena sudah ga ada lagi persaingan pasar. Praktik seperti ini sebenarnya memang secara natural sering terjadi dalam persaingan dagang. Khususnya persaingan usaha skala raksasa dengan industri besar. Tapi yang menjadi masalah adalah ketika praktik ini dipakai untuk memangsa pangsa pasar skala usaha kecil dan menengah. Di mana serangan produk impor dengan harga “miring” masuk ke Indonesia. Dengan bantuan E-commerce asing yang siap mensupport dan juga memprioritaskan penjualan produk-produk itu.
Dan kalau hal ini terus dibiarkan, maka negara Indonesia akan sepenuhnya menjadi konsumen produk-produk asing dari skala besar hingga kecil. Pertanyaannya sekarang apakah boleh ada praktik seperti ini? Sebenarnya sudah ada hukum persaingan dan anti monopoli yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Masalahnya tinggal ketegasan pemerintah saja. Untuk menegakkan aturan ini dengan mengambil langkah tegas untuk pembatasan impor. Khususnya untuk barang-barang dengan harga jual yang bisa merusak pasaran Indonesia.
Sekarang bagi kita masyarakat Indonesia, apa solusi untuk ancaman predatory pricing ini? Sebenarnya solusinya ga bisa hanya dari satu pihak saja. Soalnya adalah masalah predatory pricing ini menyangkut banyak pihak. Mulai dari peran dan ketegasan dari pemerintah, peningkatan kualitas produk & produsen lokal dan juga preferensi konsumen yang bijak untuk melihat produsen yang beretika dalam berbisnis. Agar bisa melestarikan persaingan dagang yang sehat.
Dari sisi pemerintah harus bisa tegas untuk mendeteksi adanya praktik predatory pricing dan juga menindak tegas kalau misalnya ada upaya persaingan usaha yang ga sehat. Yang berpotensi mematikan semua pemain industri. Tapi di sisi lain pemerintah juga harus terus bijak mendukung persaingan yang seimbang dan fair. Tanpa “menganakemaskan” pihak-pihak tertentu. Agar iklim kompetisi dagang bisa tetap sehat dan juga melahirkan produk dan layanan terbaik bahgi konsumen.
Sementara dari sisi kita sebagai konsumen juga sebaiknya harus bisa melihat dampak ekonomi secara lebih luas. Karena kalau keadaan masyarakat itu terlalu bergantung pada produk-produk asing akhirnya kita selalu akan menjadi target dari konsumen asing yang memperkaya negara orang lain.

Dan terakhir dari sisi pelaku usaha. Agar bisa bertahan dari praktik predatory pricing, produsen juga harus meningkatkan daya saing usahanya. Menawarkan sisi keunikan dari produk atau layanannya yang sulit ditiru. Dari sisi kualitas, Sebenarnya kehadiran banyak produk dengan kualitas baik dengan harga murah itu harus menjadi cambuk bagi para industri lokal agar bisa lebih kreatif menyediakan produk dengan nilai tambah lain yang ga mudah ditiru. Selain itu pelaku usaha juga bisa memberikan layanan dan servis ekstra, yang menjadi sisi keunikan sekaligus nilai tambah produk/jasanya.
Dan ga kalah penting adalah bisa mebuat bisnisnya berjalan independen tanpa harus selalu bergantung pada satu platform atau layanan pihak ketiga. Misalnya kalau usaha atau dagangan itu bergantung pada E-commerce, satu sosial media atau satu layanan pesan antar saja. Bisnis yang selalu bergantung pada satu platform itu sebenarnya sangat berisiko. Karena platform itu selalu datang silih berganti seiring pergantian zaman.
Sosial media yang dulunya ramai saja sekarang bisa menjadi sepi. E-commerce yang dulunya ramai juga bisa menjadi sangat sepi sekarang. Bahkan sekarang saja TikTok shop yang sedang ramai-ramainya malah ditutup dan dilarang. Makanya apa pun usaha Anda, entah produk dagangan atau pun layanan jasa menurut kami sangat perlu untuk memiliki website sendiri.
Apakah masih ngetrend jualan melalui website? Membuat website itu bukan berarti harus berjualan di website. Tujuan mempunyai website itu adalah sebagai wadah untuk tampilkan bisnis kita seutuhnya, selengkapnya, sebebasnya tanpa harus dibatasi oleh fitur-fitur platform. Dengan membuat website, punya domain sendiri, punya alamat email yang memakai domain sendiri, kita juga dianggap lebih profesional dalam berbisnis.
Selain itu website juga menjadi wadah untuk memberitahu semua pencapaian bisnis kita. Yang bisa jadi tujuannya bukan untuk konsumen saja, tapi untuk calon mitra usaha, calon investor, calon karyawan, para wartawan dan media, serta semua pihak yang berkepentingan untuk memperbesar bisnis kita. Memiliki website sendiri itu ibarat punya alamat rumah sendiri di jagad internet. Di mana bisa menjadi satu indikasi bahwa bisnis kita sudah naik kelas. Bukan lagi bisnis yang menempel pada keberadaan platform tertentu. Di mana platform itu hanya perpanjangan tangan saja dari bisnis kita. Tapi bukan “rumah” kita yang sesungguhnya.
Tapi kan ga semua pelaku usaha itu mengerti cara membuat website? Kalau membuat toko online saja sih mudah. Tapi membuat website sendiri kan butuh kemampuan teknis seperti coding dan lain-lain. Di zaman sekarang sebenarnya sudah muda membuat website. Kita itu bahkan ga perlu bisa coding untuk bisa membuat website kita sendiri. Banyak server hosting yang menyediakan teknologi AI untuk membuatkan website sesuai keinginan Anda. Anda tinggal menulis prompt yang sesuai dengan gambaran bisnis Anda.
Semoga informasi ini bermanfaat bagi Anda.
Disclaimer:
Informasi pada artikel ini disajikan hanya untuk tujuan edukasi dan referensi umum. Penulis tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau tindakan yang diambil berdasarkan informasi ini. Pastikan Anda melakukan verifikasi dan konsultasi profesional sebelum membuat keputusan keuangan atau bisnis.
Sangat bagus