Dominasi Dollar AS: Sejarah, Alasan, dan Dampaknya pada Ekonomi Global

Pernah ga sih Anda berpikir dari banyak mata uang yang ada di dunia, mengapa Dollar Amerika Serikat menjadi mata uang dunia atau internasional? Lantas mengapa Dollar Amerika Serikat menjadi penguasa mata uang dunia?

Pada periode awal koloni di Amerika Serikat uang logam yang berasal dari Eropa adalah alat tukar yang paling populer penggunaannya bahkan lebih disukai daripada emas batangan. Pada mulanya hanya koloni di Amerika Serikat yang dapat mencetak uang, namun pada perkembangannya mata uang kertas kemudian menjadi standar dan dikeluarkan pada tingkat Negara Federal.

Dalam perkembangannya sistem mata uang di Amerika Serikat kemudian menjadi tidak stabil, karena masing-masing bank yang ada di Amerika Serikat bisa menerbitkan dan mencetak uang. Kemudian pada tahun 1913 The Federal Reserve Act, mendirikan Federal Reserve Bank atau Bank Sentral Amerika Serikat atau saat ini kita menyebutnya The Fed. Sebagai solusi untuk meredam ketidakstabilan ini. Akhirnya pada tahun 1914, The Fed mencetak Dollar Amerika Serikat untuk pertama kalinya dan menjadikannya mata uang yang sah di negara tersebut.

Oke, akhirnya sekarang kita sudah tahu sejarah Dollar Amerika Serikat dan mengapa The Fed didirikan, lalu bagaimana Dollar Amerika Serikat ini menjadi mata uang internasional?

Pada tahun 1914, ekonomi Amerika Serikat sudah mengungguli ekonomi Inggris sebagai ekonomi terbesar di dunia. Akan tetapi pada waktu itu Inggris masih menjadi pusat perdagangan dunia dan transaksi sebagian besar menggunakan Poundsterling dari Inggris.

Selain Poundsterling, emas juga digunakan sebagai standar mata uang untuk menciptakan stabilitas dalam pertukaran mata uang di dunia. Setelah Perang Dunia 1 berakhir, ekonomi negara-negara di dunia mengalami kehancuran kecuali Amerika Serikat. Akhirnya banyak negara meninggalkan standar emas sehingga mereka dapat membayar belanja militer dengan uang kertas yang mendevaluasi mata uang mereka termasuk Inggris.

Inggris pada akhirnya menyerah pada standar emas pada 1919. Menghancurkan rekening bank pedagang internasional yang berdagang menggunakan Poundsterling. Untuk pertama kalinya Inggris harus meminjam uang pada Amerika Serikat.

Tak hanya Inggris, beberapa negara yang ekonominya hancur akhirnya harus bergantung kepada pinjaman yang diberikan oleh Amerika Serikat. Pinjaman ini diberikan dalam bentuk Dollar Amerika Serikat. Sebagai jaminan Amerika menerima emas yang dimiliki oleh negara-negara ini. Hingga pada akhir Perang Dunia 2, memiliki sebagian besar emas dunia. Situasi ini menghalangi kembalinya standar emas oleh semua negara yang telah menghabiskan cadangan emasnya.

Pada tahun 1947 Amerika Serikat merupakan negara pemilik  cadangan emas terbesar di dunia sekitar 70%. Nah, dari sinilah awal mula Dollar Amerika Serikat mulai menunjukkan taringnya.

Pada tahun 1944 delegasi dari negara sekutu bertemu di Bretton Woods, New Hampshire. Hasil dari pertemuan ini memutuskan mata uang dunia tidak dikaitkan dengan emas, melainkan dengan Dollar Amerika Serikat yang terkait dengan emas.

Sebagai hasil dari perjanjian Bretton Woods, Dollar Amerika Serikat secara resmi dinobatkan sebagai mata uang cadangan dunia yang didukung oleh cadangan emas terbesar di dunia. Alih-alih memiliki cadangan emas, negara lain malah mengumpulkan cadangan Dollar Amerika Serikat dalam bentuk surat berharga Amerika Serikat sebagai tempat penyimpanan uang yang aman.

Hingga saat ini Dollar Amerika Serikat menjadi mata uang global. Bahkan 88% pertukaran mata uang dunia menggunakan Dollar Amerika Serikat. Ini membuat keperkasaan Dollar mendominasi cadangan devisa di seluruh dunia. Sebesar 60,9%. Cadangan devisa disimpan dalam bentuk Dollar Amerika Serikat. 20,5% disimpan dalam Euro. 5,7% disimpan dalam Yen Jepang. 4,6% disimpan dalam Poundsterling. Dan selebihnya 8,3% disimpan dalam mata uang yang lain.

Lantas bagaimana keperkasaan Dollar ini mempengaruhi perekonomian dunia? Dalam 2 dekade terakhir nilai Dollar Amerika Serikat mengalami penguatan besar-besaran terhadap mata uang global dan menyentuh titik tertingginya. Indeks Dollar yang mengukur Dollar Amerika Serikat terhadap rata-rata 6 mata uang lainnya termasuk Euro, Poundsterling dan Yen. Bahkan meningkat 15% pada tahun 2022.

Penguatan kurs Dollar Amerika Serikat murni akibat kelangkaan pasokan yang terjadi di seluruh negara di dunia. Kelangkaan utama ini, faktor utamanya adalah sikap agresif The Fed yang menaikkan suku bunga acuan pada Maret 2020 mencapai 100 basis poin menjadi 0 sampai 0,25 % guna meredam inflasi akibat pandemi COVID 19 yang menggerus ekonomi Amerika Serikat.

Kenaikan suku bunga ini membuat pengembalian investasi pada aset berdenominasi Dollar Amerika Serikat seperti obligasi menjadi lebih menarik karena dikategorikan sebagai safe heaven aset yang diburu investor dunia saat atau setelah terjadi krisis. Istilah kata Dollar Amerika Serikat sekarang sedang berbondong-bondong balik ke kampung negara asalnya. Ini membuat kelangkaan Dollar Amerika Serikat.

Ditambah ketegangan politik Rusia-Ukraina memperparah inflasi negara Amerika Serikat mencapai rekor tertinggi 9,1% pada Juni 2022 sejak 40 tahun terakhir. Ini membuat The Fed berkali-kali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 3,75% sampai 4%. Di sisi lain karena umumnya penjualan minyak dan komoditas di dunia seperti logam dan pangan diperdagangkan dalam kurs Dollar Amerika Serikat, ketika Dollar menguat, harga komoditas ini pun meningkat dalam kurs lokal.

Di Kenya misalnya, mata uang Shilling jatuh terendah terhadap Dollar Amerika Serikat harga BBM pun naik hampir 40 % sejak awal 2022. Dan ketika harga energi atau bahan mentah naik, harga barang-barang pun meningkat baik di konsumen maupun bisnis. Hal ini memicu gelombang inflasi global.

Mata uang Rupiah dan Dollar Amerika Serikat ibarat burung dalam sangkar. Karena ketika The Fed menaikkan suku bunga, hal ini menjadi ancaman bagi negara-negara berkembang. Karena negara-negara berkembang banyak meminjam uang dalam bentuk Dollar Amerika Serikat. Lihat saja Argentina yang tengah mengalami krisis hutang karena meminjam dalam bentuk Dollar Amerika Serikat sebesar 29,4 trilyun Dollar Amerika Serikat.

Hingga saat ini Dollar Amerika Serikat yang disebut safe heaven dijadikan bentuk simpanan bagi sebagian orang. Bahkan ini menjadi daya tarik untuk menambah pendapatan. Seperti contohnya dalam pergerakan kurs jual beli valuta asing. Bagaimana? Anda tertarik menyimpan Dollar Amerika Serikat?

Meskipun pergeseran geopolitik dan kemajuan teknologi keuangan telah mengurangi kekuatan dolar AS, mata uang tersebut tetap menjadi pusat sistem keuangan global. Data kuartal pertama 2025 dari IMF menunjukkan bahwa dolar AS merupakan sekitar 57,7–58% cadangan devisa bank sentral dunia. Ini turun dari 71% pada tahun 1999, tetapi masih jauh di atas euro, yen Jepang, pound sterling, dan yuan Tiongkok. Selain itu, penelitian yang dilakukan World Economic Forum pada tahun 2025 menunjukkan bahwa dolar masih merupakan salah satu mata uang utama dalam hampir 88% transaksi valuta asing di seluruh dunia, menegaskan posisi dolar sebagai jangkar perdagangan global. ​

Dominasi ini bermula sejak era Perjanjian Bretton Woods tahun 1944. Dolar AS dipatok terhadap emas, dan mata uang negara lain ditukar ke dolar. Ketika sistem keuangan dan ekonomi Amerika Serikat runtuh tahun 1971, pasar obligasi terbesar di dunia, lembaga keuangan global, dan perlindungan hukum yang dianggap kuat telah menumbuhkan kepercayaan global. Meskipun demikian, dalam dua dekade terakhir, kekuatan dolar mulai menghadapi tantangan, terutama karena pesatnya pertumbuhan ekonomi Tiongkok, rencana de-dolarisasi negara BRICS (Brazil, Russia, India, China, dan South Africa), fragmentasi perdagangan global, dan kemajuan teknologi blockchain yang memungkinkan munculnya mata uang digital bank sentral (CBDC). Pada tahun 2025, 134 negara akan memiliki CBDC, dan Indonesia berharap Rupiah Digital menjadi pilar masa depan sistem keuangan negara. ​

Tidak hanya cetak uang, neraca perdagangan, atau cadangan emas yang menyebabkan transformasi moneter global, tetapi juga siapa yang menguasai struktur dan jejaring data transaksi global. Dengan penerapan “dolar digital”, kolaborasi antara pemerintah Amerika Serikat dengan perusahaan finansial terkemuka seperti Visa, Mastercard, dan JPMorgan semakin memperkuat posisi dolar di era digital. Sekarang bukan hanya alat tukar, tetapi juga berfungsi sebagai alat penguasaan data finansial global melalui teknologi lembaga, kecerdasan buatan, dan enkripsi kuantum. Bahkan, dolar AS mendukung 99% stablecoin di seluruh dunia, menunjukkan pergeseran dari kekuatan moneter berbasis fisik ke kekuatan arsitektur data digital. ​

Dari sudut pandang ekonomi global, apakah dolar AS menguat atau melemah akan berdampak pada hampir semua negara, terutama negara berkembang. Ketika Federal Reserve menaikkan suku bunga, arus modal global mengalir ke aset-aset dolar yang dianggap aman dan transparan. Akibatnya, nilai tukar dolar menguat. Ketika kurs lokal melemah, negara-negara dengan utang besar dalam dolar, seperti Argentina, Turki, atau Indonesia, harus menanggung beban pelunasan utang yang semakin besar. Untuk ilustrasi, pada Oktober 2025, cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar USD149,9 miliar—jumlah yang cukup besar untuk menopang impor dan pelunasan utang luar negeri selama lebih dari enam bulan.  Namun, inflasi global dan fluktuasi nilai tukar terus membahayakan stabilitas nasional. ​

Seiring dengan strategi de-dolarisasi, pergeseran ke mata uang alternatif mulai terasa. Porsi emas, yuan, euro, dan dolar Kanada secara bertahap meningkat dalam portofolio cadangan bank sentral di seluruh dunia. Namun, karena likuiditas yang sangat dalam, transparansi bursa, dan kepercayaan investor global, dolar tetap menjadi pilihan utama untuk perdagangan dan penyimpanan nilai, menurut data IMF dan survei Atlantic Council dari Juni 2025. Kini dolar dinilai atau dipatok langsung terhadap lebih dari 45% PDB dunia, jauh melampaui euro dan mata uang lain. ​

Revolusi moneter baru di dunia digital semakin nyata. Dalam jangka panjang, dominasi dolar dapat ditantang oleh munculnya mata uang digital bank sentral, pesatnya transaksi berbasis stablecoin, dan inovasi blockchain. Di era modern, Indonesia, Tiongkok, dan banyak negara maju sedang menguji sistem pembayaran digital nasional mereka untuk meningkatkan kedaulatan finansial mereka. Namun, para analis menyoroti bahwa kekuatan ekonomi, kredibilitas fiskal, sistem keuangan yang transparan, dan jaringan pembayaran internasional yang mapan diperlukan untuk benar-benar menggantikan peran dolar. ​

Menyimpan dolar AS tetap menjadi pilihan utama bagi orang-orang dan bisnis di Indonesia untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Agar tidak terjebak pada perubahan tiba-tiba, diversifikasi investasi dan pemahaman risiko kurs sangat penting. Meskipun sistem global tetap berpihak pada dolar, negara berkembang membutuhkan kebijakan fiskal dan moneter yang lincah dan fleksibel, meskipun pemerintah dan Bank Indonesia terus memperkuat cadangan devisa untuk menjaga stabilitas Rupiah.

Disclaimer:

Informasi pada artikel ini disajikan hanya untuk tujuan edukasi dan referensi umum. Penulis tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau tindakan yang diambil berdasarkan informasi ini. Pastikan Anda melakukan verifikasi dan konsultasi profesional sebelum membuat keputusan keuangan atau bisnis.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *